Sumber Ilustrasi: https://www.computer.org/csdl/proceedings/waina/2015/1775/00/1775a199.pdf |
Guru bukan sosok sentral yang
mendominasi proses pembelajaran. Justru paradigmanya diubah, guru hanya sebagai
fasilitator dengan perbandingan 30:70, dimana peran guru hanya 30% sedangkan
peran siswa adalah 70%. Pendekatan ini dikenal dengan nama active learning.
Dalam active learning, guru harus bisa mendorong siswa untuk aktif
mengembangkan pengetahuan dan informasi. Ada banyak cara yang bisa dilakuka yaitu:
- membentuk kegiatan pembelajaran dalam satu kelas
penuh, dimana siswa seperti menjadi kritikus, tim pendengar, mempraktikkan
materi yang diajarkan, dan lain-lain.
- Menstimulasi diskusi kelas dengan debat aktif,
memperbanyak anggota diskusi panel, menyampaikan argument, membaca dengan keras
dan lain-lain.
-
Mengajukan pertanyaan
-
Belajar bersama
-
Pengajaran sesama siswa
-
Belajar secara mandiri
-
Belajar efektif
-
Pengembanagan keterampilan.
Beberapa penelitian membuktikan
bahwa perhatian siswa berkurang bersamaan dengan berlalunya waktu. Siswa di
dalam kelas hanya memperhatikan pelajaran sekitar 40% dari waktu pembelajaran
yang tersedia. Dalam sepuluh menit pertama perhatian siswa dapat mencapai 70%
dan berkurang sampai menjadi 20% pada waktu 20 menit terakhir.
Kondisi ini merupakan hal umum
yang sering terjadi di lingkungan sekolah. Dan inilah yang menyebabkan
seringnya terjadi kegagalan dalam dunia pendidikan. Terutama karena siswa di
ruang kelas lebih banyak menggunakan indra pendengaran dibandingkan indra visual
mereka, sehingga apa yang dipelajari di kelas cenderung untuk dilupakan.
Ada beberapa alasan yang dapat
dikemukakan mengenai penyebab kebanyakan orang cenderung melupakan apa yang
mereka dengar. Salah satu alasan yang menarik adalah adanya perbedaan antara
kecepatan bicara guru dengan tingkat kemampuan siswa mendengarkan materi yang
disampaikan guru. Kebanyakan guru berbicara sekitar 100-200 kata per menit,
sementara siswa hanya mampu mendengarkan 50-100 kata per menit (setengah materi
yang dikemukakan guru), karena siswa mendengarkan pembicaraan guru sambil
berpikir.
Kerja otak manusia tidak sama
dengan tape recorder yang mampu merekam suara sebanyak apa yang diucapkan
dengan waktu yang sama dengan waktu pengucapan. Otak manusia selalu
mempertanyakan setiap informasi yang masuk ke dalamnya dan senantiasa memproses
setiap informasi yang diterima, sehingga perhatian tidap dapat tertuju pada
stimulus secara menyeluruh. Hal ini menyebabkan tidak semua yang dipelajari
siswa dapat diingat dengan baik.
Penambahan visual pada proses
pembelajaran dapat menaikkan ingatan sampai 171% dari ingatan semula. Dengan
penambahan visual dalam pembelajaran, disamping audiotori (audio), kesan yang
masuk dalam diri siswa semakin kuat, sehingga dapat bertahan lebih lama
dibandingkan dengan hanya menggunakan audio (pendengaran). Dalam arti kata,
pada pembelajaran seperti ini sudah diikuti oleh reinforcement yang sangat membantu bagi pemahaman siswa terhadap
materi pembelajaran.
Penelitian mutakhir tentang otak
menyebutkan bahwa belahan otak manusia bekerja 10.000 kali lebih cepat
dibandingkan belahan kiri otak sadar. Pemakaian bahasa membuat orang berpikir
dengan kecepatan kata. Otak limbik (bagian otak yang lebih dalam) bekerja
10.000 kali lebih cepat dibandingkan korteks otak kanan, serta mengatur dan
mengarahkan seluruh proses otak kanan. Oleh karena itu, sebagian proses mental
jauh lebih cepat ketimbang pengalaman
atau pemikiran sadar seseorang. Strategi pembelajaran konvensional pada umumnya
lebih banyak menggunakan belahan otak kiri (otak sadar) saja. Sementara belahan
otak kanan kurang diperhatikan. Pada pembelajaran active learning, pemberdayaan
otak kiri dan kanan sangat dipentingkan.
Active learning pada dasarnya berusaha untuk memperkuat serta
memperlancar stimulus dan respons siswa dalam pembelajaran, sehingga proses
pembelajaran menjadi hal yang menyenangkan serta tidak membosankan bagi siswa.
Dengan memberikan strategi active learning pada siswa, dapat membantu ingatan
mereka sehingga mereka dapat diantarkan kepada tujuan pembelajaran yang sukses.
Menurut Mulyasa, dalam metode active leraning, setiap materi pelajaran
yang baru harus dikaitkan dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman yang ada
sebelumnya. Materi pelajaran yang baru disediakan secara aktif dengan
pengetahuan yang sudah ada. Agar siswa dapat belajar secara aktif, guru perlu
menciptakan strategi yang tepat guna sedemikian rupa, sehingga siswa mempunyai
motivasi yang tinggi untuk belajar.
Beberapa hasil penelitian yang
dikutip dari http://sditalqalam.wordpress.com
menganjurkan agar siswa tidak hanya sekedar mendengarkan saja di dalam kelas.
Mereka perlu membaca, menulis, berdiskusi atau bersama-sama dengan anggota
kelas yang lain dalam memecahkan masalah. Yang paling penting adalah bagaimana
membuat siswa aktif, sehingga juga mampu mengerjakan tugas-tugas yang
menggunakan kemampuan berpikir yang lebih tinggi, seperti menganalisis, membuat
sintesis, dan mengevaluasi. Dalam konteks ini, maka ditawarkanlah
strategi-strategi yang berhubungan dengan belajar aktif. Dengan kata lain,
menggunakan teknik active learning di
kelas menjadi sangat penting karena memiliki pengaruh yang besar terhadap
belajar siswa.
Untuk mengubah mindset pembelajaran dari pola
tradisional yang monoton serta mendominasi pembelajaran menjadi active learning dengan memberikan
kesempatan terbuka kepada siswa untuk mengaktualkan kemampuan mereka,
dibutuhkan waktu, dorongan, kebijakan, serta monitoring yang dilakukan secara
intens dan produktif.
Sumber:
Asmani, Jamal Ma’mur. 2014. Tips Membangun Komunitas Belajar di Sekolah.
Yogyakarta: Diva Press
Mulyasa,E.2008. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung:
Roosda Karya
No comments:
Post a Comment